"Damai Menyejukkan" Official Blog of Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam

Video of the Day

November 18, 2019

Peringatan Maulid Nabi : Penempatan Maqom Santri dalam Upaya Keteladanan Akhlak Baginda Nabi Muhammad SAW






Kamis, 14 November 2019. Pondok Pesantren Nurussalam mengadakan peringatan maulid nabi yang bertajuk, “Dengan Spirit Maulid Nabi Muhammad SAW, Kita Teladani Akhlaknya, Agar Memperoleh Syafa’atnya”.

Nabi Muhammad SAW adalah junjungan umat yang mampu memberi syafa’at di akhirat kelak. Keistimewaan ini yang tidak didapatkan nabi-nabi lain. Selain itu, apa yang beliau kerjakan, apa yang beliau tuturkan, hubungan beliau dengan sesama menjadi pedoman dan rujukan umatnya.
Syeikh Abdullah Haddad berkata, “Jika sudah sampai zaman akhir, maka tidak ada ulama yang akan menuntun ke jalan Allah. Maka hanya sholawat yang mampu mendatangkan kita kepada Allah.” Sholawat ini yang bisa menjadi penolong kita sebagai umat, ketika amal belum bisa dipastikan diterima oleh Allah.
Dikisahkan dalam al-Barzanji, ada sahabat yang mendatangi Rasulullah ingin menyampaikan keluh kesahnya. Akan tetapi, belum sempat ia menyampaikan keluh kesahnya, ia memandangi wajah Baginda Nabi, masalahnya hilang. Dalam kitab tersebut menggambarkan bahwa Rasulullah tidak hanya tersenyum pada bibirnya, akan tetapi wajahnya ikut tersenyum.  Keteladanan dalam diri Rasulullah yang paling mudah ditiru adalah, selalu menebar senyuman kepada sesama.
Keistimewaan beliau pun tak luput tertulis dalam qasidah Al-Barzanji,

حَفِظَ الاِلَهُ كَرَامَةً لِمُحَمَّدٍ      ابآءَهُ الاَمْجَادَ صَوْنًا لِاسْمِهِ
تَرَكُوا السِّفَاحَ فَلَمْ يُصِبْهُمْ عَارُهُ    مِنْ اَدَمٍ وَ اِلَى أَبِيْهِ وَ أُمِّهِ

Allah memlihara nenek moyangnya yang mulia (dari perbuatan nista) karena, memuliakan Muhammad, yaitu untuk menjaga namanya. Mereka meninggalkan perzinaan, maka catat perzinaan itu tidak menimpa mereka, dari Adam sampai ayah-ibu beliau.
            Keteladanan lain yang mampu kita tiru yaitu, tidak abai pada orang-orang yang dikasihi Nabi dan ikut mencintainya. Seperti dalam qasidah Al Barzanji yaitu,

اًهْلُ بَيْتِ الْمُصْطَفَى الطُّهُرِ هُمْ أَمَانُ الاَرْضِ فَالدَّكِرِ
Keluarga nabi adalah orang-orang pilihan yang disucikan, mereka pengaman bumi, ingatlah

Upaya seseorang untuk mencintai kekasihnya, diwujudkan dengan mengetahui segala sesuatu yang ada dalam diri kekasihnya. Sama haknya dengan seorang  umat ketika hendak memunculkan mahabbah kepada Nabi, maka ia perlu mengetahui perjalanan kisah nabi dari hidup hingga wafatnya. Sedang bagi santri, upaya paling ringan untuk meneladani beliau juga bisa diwujudkan dengan menjaga warisan beliau yaitu ilmu dan hal. Sesuai dengan mauidzoh yang disampaikan oleh,  Dr Moh Tamtowi, M.Ag. Dalam mauidzhohnya beliau menyampaikan, dua hal yang diwariskan nabi yaitu : Ilmu dan hal. Ilmu mampu diraih dengan ta’allum/ bid dirasah (belajar), sedangkan hal diraih dengan bisuhbati wal mahabbah. Dalam hadits dijelaskan bahwa,

ماافضل بعد النبوة سوى العلم
Tidak ada yang lebih utama setelah kenabian kecuali ilmu.

Kebutuhan santri akan ilmu tidak sekedar pengetahuan semata, akan tetapi ilmu yang bisa menjadi penyinar dalam laku. Diceritakan dahulu ada seorang ulama mengeluh akan hafalannya yang rusak, kemudian ia mendapat nasehat bahwa yang merusak hafalan adalah maksiat. Kunci kekuatan ilmu adalah upaya meninggalkan maksiat untuk mendapatkan cahaya ilmu. Seperti maqolah Imam Syafi’I,
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
 وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa  ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2: 190).
Selain itu, upaya meneladani harus diimbangi dengan kesadaran dirinya akan posisinya sebagai santri. Tidak hanya melulu mengikuti trend, meneladani Rasulullah hanya perkara memperlihatkan jenggotnya. Dalam maqolah disebutkan,
 هلك القوم لا عرف قدر نفسه
            Orang akan rusak jika tidak tahu kadar dirinya.

Ketika ia sadar bahwa kadar posisinya hanya sebagai santri, maka hal yang paling sederhana ia lakukan adalah menjaga warisan nabi berupa ilmu yang tidak hanya sebagai pengetahuan semata, tetapi ilmu yang terterap dalam laku dan mengikuti hal (perilaku) Rasulullah. Tak lupa pula dalam penjagaan ilmu tersebut, ia mampu menjaga dirinya dari meninggalkan maksiat agar ilmu tersebut mampu menyinari dirinya. Hal tersebut sebagai upaya keteladanannya meniru Rasulullah sesuai dengan kadarnya sebagai santri. Semoga kelak kita semua diakui menjadi umatnya. Aamiiin. (aeninnafs/red)


Nurussalam

Author & Editor

Tim NUSA Media



0 komentar:

Posting Komentar

Social Time

Facebook
Like Us
Google Plus
Follow Us
Instagram
Follow Us
Youtube
Subscribe Us

Subscribe to our newsletter

(Get fresh updates in your inbox. Unsubscribe at anytime)