Emansipasi wanita adalah hal yang dulu diperjuangkan oleh seorang RA Kartini. Emansipasi berarti kebebasan atau kemerdekaan. Emansipasi merupakan gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum bagi wanita. Beliau memperjuangkan hal ini karena beliau merasa ada yang salah dengan hak-hak kaum wanita pada saat itu. Seperti wanita saat itu sangat sulit mendapatkan pendidikan kecuali bagi orang yang ningrat dan wanita tidak punya profesi lain selain mengurus rumah tangga dan berurusan dengan dapur. Karena beliau sendiri merasakan bagaimana sulitnya mendapatkan ilmu dan melihat langsung nasib-nasib wanita yang berada dalam golongan rakyat biasa. Lalu, ia merasa adat istiadat sangat mengganggu dan membelenggu dirinya dan wanita lainnya. Lalu ia pun memulai perjuangannya dengan mengajarkan ilmu yang ia dapat, dan mencoba menggebrak adat istiadat. Lalu ia pun berhasil walau tak sepenuhnya sukses dan sekarang beliau dikenal sebagai wanita pejuang emansipasi wanita.
Sebenarnya, dalam hal ini Islam sudah sejak dahulu mengangkat derajat wanita. Wanita di masa jahiliyah pada umumnya tertindas dan terkungkung. Allah SWT berfirman dalam Q.S. An Nahl: 58-59, yang artinya:
“Dan apabila seorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah. Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
Pada masa Rasulullah dulu, telah banyak muncul dan lahir sejumlah “Kartini" tangguh yang membela Islam. Sebut saja istri pertama Nabi Muhammad saw, Khadijah. Dia termasuk pejuang wanita yang paling dikenang dalam sejarah agama Islam. Tidak hanya berkorban harta benda, Khadijah termasuk wanita pertama yang masuk Islam dan membela agama Allah ini dengan segenap jiwa raganya. Tak heran jika ia dijuluki “Khadijah al-Kubra”, yang agung. Bahkan Rasulullah pun sangat kehilangan ketika istrinya itu meninggal dunia, hingga tahun wafatnya disebut dengan amul huzni alias tahun duka cita.
Selain Khadijah, muncul pula Aisyah ra, yang juga termasuk istri Rasulullah. Putri sahabat Nabi, Abu Bakar as-Shiddiq ini memiliki peran yang sangat penting sepanjang sejarah perjuangan dakwah Islam. Aisyah termasuk perawi hadits terbanyak dan tempat belajarnya para sahabat. Bahkan, ada ulama yang mengatakan, seandainya ilmu seluruh wanita dikumpulkan dibanding ilmu Aisyah, maka ilmu Aisyah akan lebih banyak. Ia pun dijuluki ummul mukminin atawa ibunya kaum beriman. Jadi, yang tidak beriman tidak boleh menganggap Aisyah sebagai “ibunya”.
Demikian pula dengan kaum wanita atau mujahidah-mujahidah yang lain pada masa Rasulullah. Misalnya, Nasibah binti Kaab atau yang dikenal dengan sebutan Ummu Imarah. Dia adalah mujahidah pembawa air dalam Perang Uhud. Istilah kerennya, dapatlah dikatakan kalau Ummu Imarah ini adalah pejuang di bagian logistik. Bahkan di tengah berkecamuknya Perang Uhud, Ummu Imarah tidak hanya bertugas membagi air, dia turut pula mengangkat pedang dan busur panah guna menghalau kaum kafir yang ingin mendekati dan membunuh Rasulullah. Bersama Mush’ab bin Umair, Ummu Imarah berhasil melindungi Rasulullah dari sabetan pedang tentara Quraiys bernama Ibnu Qamiah, padahal saat itu dia dalam kondisi luka parah. “Setiap kali aku melihat kanan-kiriku, kudapati Ummu Imarah membentengiku pada Perang Uhud,” kenang Rasulullah saw. Begitulah ketangguhan Ummu Imarah.
Asma binti Abu Bakar juga termasuk “Kartini” pada masa Rasulullah. Adik dari Ummul Mukminin Aisyah ini termasuk sahabat wanita yang terkemuka dan masuk Islam sejak dini. Yang paling dikenal sejarah dalam perjuangan Asma adalah dalam peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad. Dengan menahan berbagai penderitaan dan penuh kesabaran dia membawa bekal bagi Rasulullah dan Abu Bakar as-Shiddiq, ayahnya. Dia dijuluki dzaatin nithaqain (wanita yang memiliki dua sabuk) karena memotong ikat pinggangnya menjadi dua bagian; satu bagian untuk tempat rangsum makanan dan satunya lagi untuk tempat minuman.
Ada pula Asma Binti Yazid al-Anshariah, salah seorang orator wanita terkemuka yang terkenal berani dan selalu tampil ke depan. Dia adalah seorang ahli hadits yang sempat mengikuti Perang Yarmuk. Dalam perang tersebut ia bertugas di bagian logistik dan medis, menyuplai minuman kepada para pejuang dan mengobati yang terluka. Suatu ketika, di saat peperangan sedang berkecamuk, dia mengambil tiang kemahnya dan maju ke medan pertempuran dan berhasil membunuh sembilan prajurit Romawi.
Kemudian, wanita bernama Rufaidah al-Anshariah. Dia termasuk perawat wanita pertama dalam sejarah Islam. Tugasnya merawat para tentara yang terluka di medan perang. Pengabdiannya di bidang rawat-merawat ini sangat teruji. Dan dengan sepenuh hati dia mengabdikan dirinya untuk melayani para pejuang Islam. Dialah yang membalut luka Sa’ad bin Abi Waqqash ketika dibawa ke kemahnya sewaktu Perang Khandaq.
Kemudian wanita yang satu ini. Namanya, Syifa binti Abdullah al-Adawiah al-Quraisyiah. Pada zaman jahiliyah sudah pandai baca-tulis dan setelah Islam dia mengajari Hafsah (salah satu istri Rasulullah) membaca dan menulis. Demi meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran yang dilakukannya, Rasulullah memberikannya sebuah rumah di Madinah. Ia termasuk guru wanita pertama di masa perjuangan Islam.[1]
Dienul Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk kezhaliman-kezhaliman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat derajatnya sebagai martabat manusiawi. Timbangan kemulian dan ketinggian martabat di sisi Allah SWT adalah takwa, sebagaimana yang terkandung dalam Q.S Al Hujurat: 33:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Sudah seharusnya kebebasan wanita itu dijaga dan senantiasa berada dalam koridor aturan Al-Qur’an dan As-sunnah. Dalih emansipasi atau kesamarataan posisi dan tanggung jawab antara pria dan wanita telah semarak di panggung modernisasi dewasa ini. Fenomena negara barat atau negara-negara lainnya yang menyuarakan emansipasi wanita, sebagai bukti kongkrit hasil dari perjuangan mereka yaitu pornoaksi dan pornografi bukan hal yang tabu bahkan malah membudaya. Wanita adalah sumber segala fitnah telah nyata, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضْرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَ اتَّقُوا النِّسَاءَ فَإنَّ أَوَّلِ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
Artinya : “Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau dan Allah SWT menjadikan kalian berketurunan di atasnya. Allah melihat apa yang kalian perbuat. Takutlah kepada (fitnah) dunia dan takutlah kepada (fitnah) wanita, karena sesungguhnya awal fitnah yang menimpa Bani Isra’il dari wanitanya.” (HR. Muslim).
Padahal sudah seharusnya wanita bersyukur telah diberi perlindungan yang terdapat dalam Al-qur’an. Namun sebagian orang yang sudah terlena dan terjerumus kedalam pemikiran idealis dan mengkiblat ke barat menganggap hal itu hanya sebuah pengekangan terhadap hak-hak mereka.
Maka emansipasi yang sebenarnya adalah bukan berarti wanita bebas seperti laki-laki umumnya. Karena bagaimanapun juga wanita itu berbeda dengan laki-laki. Islam pun tidak melarang kebebasan bagi wanita, asalkan kebebasan ini tidak akan pernah keluar dari koridor Islam, juga merujuk pada Al-qur’an dan As-sunnah. Maka kita sebagai wanita haruslah kembali ke fitrah kita sebagai perempuan, dan kita harus bersyukur dengan fitrah kita sebagai wanita. Apapun masalah mu ukhti, “kau hebat karena kau wanita!”.
oleh : Al-Idaroh
0 komentar:
Posting Komentar